Soal Cinta Berujung Maut di Kalangan Remaja, Ini Kata Psikolog

by 18.31 0 komentar
Jakarta, Setelah pekan lalu publik dihebohkan dengan tewasnya Ade Sara Angelina Suroto (19) yang dibunuh mantan pacarnya Ahmad Imam Al HAfitd (19) dan Assyifa Ramadhani (19), pacar baru Hafitd, terjadi lagi kasus serupa pada Rabu (12/3) lalu. M, remaja perempuan berusia 16 tahun meninggal akibat luka di kepala karena sabetan gir oleh sekelompok remaja lainnya. Diduga pelaku penyerangan tersebut merupakan mantan pacar M.

Kekerasan yang dilakukan oleh remaja tersebut tentunya menimbulkan tanda tanya besar bagi para orang tua. Apakah masa pacaran atau cinta monyet dapat berujung pada sakit hati yang mendalam? Bisakah sakit hati dijadikan alasan perilaku kekerasan tersebut?

Psikolog anak dan remaja Roslina Verauli, M.Psi mengatakan bahwa cinta adalah emosi yang sangat kuat dan kompleks. Saking kuatnya, cinta dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan oleh seseorang. Sedangkan sakit hati adalah proses yang terjadi akibat cinta yang dirasakan orang tersebut tidak terbalas atau sudah berakhir.

"Karena merupakan emosi yang kompleks, cinta ini butuh diekspresikan, diakui dan juga dibalas oleh orang yang dituju. Kalau yang dituju tidak menerima ya tentunya emosi yang terpendam tadi tetap harus disalurkan," papar psikolog yang akrab disapa Vera ini ketika dihubungi detikHealth, dan ditulis pada Jumat (14/3/2014).

Menurutnya, cinta yang tidak terbalas akan mengeluarkan emosi negatif. Emosi tersebut antara lain berupa sedih, marah, kecewa, kesal, dll yang jika tidak dilalui dengan baik akan berujung pada perilaku agresi.

Perilaku agresi tersebut pun terbagi lagi ke dalam dua tipe. Pertama adalah agresi kepada diri sendiri. Agresi pada diri sendiri dapat berupa menjedotkan kepala ke tembok, menyilet tangan, atau bahkan bunuh diri.

Sementara agresi yang kedua adalah agresi kepada orang lain. Biasanya agresi tersebut ditujukan kepada sang mantan pacar ataupun orang lain yang berhubungan dekat dengannya. Bisa sahabat atau pun pacar baru seperti yang terjadi pada kasus M.

Sementara itu psikolog forensik Asep Khairul Ghani, S.Psi, mengatakan bahwa biasanya orang yane melakukan tindakan agresif merupakan hasil dari ketidak mampuaan orang tersebut untuk mengatasi rasa kecewanya.

"Tidak mampu mengatasi rasa kecewa, lalu akhirnya marah dan kesal yang ujungnya bisa berupa perilaku agresif," papar Asep.

Unknown

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar