Kotoran

by 05.35 0 komentar
Tidak salah orang bijak mengatakan bahwa  jangan membenci orang yang menjahati atau membenci kita, sebab mereka akan memupuk benih - benih kebaikan kita. 


Apakah kita jijik dengan kotoran - kotoran yang bertebaran? Tapi…Apakah kita pernah membayangkan bahwa sayur - mayur yang subur dan segar yang kita beli itu dipupuk dengan kotoran? Ya, kotoran sangat berguna sekali untuk menyuburkan sayur - sayuran yang kemudian menjadi santapan bergizi di meja makan kita. Tanpa perlu pakai pupuk bahan kimia.

Ketika saya dulu bekerja di peternakan ayam, semua kotorannya ditampung. Karena selalu saja ada yang membeli khusus untuk dibawa ke Bogor atau Bandung untuk memupuk sayuran, agar bisa tumbuh subur Kotoran itu menjadi berharga sekali bagi petani sayur, sehingga selalu dicari. Bos pun senang karena kotoran saja bisa menghasilkan uang.

Yang Kotor yang Membersihkan
Bila kita ibaratkan kotoran itu adalah orang - orang yang menjijikan kita karena perilakunya atau  yang suka berbuat jahat pada kita, maka mereka seperti pupuk yang akan menyuburkan taman  hati kita dan membuat jiwa kita bertumbuh dengan baik.

Mengapa? Sebab mereka akan melatih kesabaran kita. Melatih kita untuk memaklumi dan mau berdamai. Membuat kita belajar untuk mengasihi orang yang tidak kita sukai.
Menghadapi orang - orang yang suka memusuhi kita akan menjadikan bisa untuk mengendalikan diri. Bila kita sanggup bertahan, maka hati kita akan semakin dibersihkan dari amarah dan kebencian.
Biasanya kita memahami  yang kotor itu yang akan dibersihkan, tetapi yang kotor pun sangat berguna sekali untuk membersihkan.

Guru Terbaik
Tidak salah orang bijak mengatakan bahwa  jangan membenci orang yang menjahati atau membenci kita, sebab mereka akan memupuk benih - benih kebaikan kita.
Mereka yang suka tidak sepaham dan menjahati sesungguhnya adalah guru yang terbaik bagi kita untu semakin mendewasakan kerohanian.
Seorang Guru Besar Spiritual dari India membawa serta seorang laki - laki sebagai pelayannya ke Tibet. Melihat perilaku pelayan ini yang rewel, tidak bertanggung jawab dan tidak bisa masak. Orang - orang Tibet  berniat membantu Sang Guru untuk memulangkan pelayannya itu. Alih - alih membantu, pelayan ini malah menimbulkan banyak masalah bagi Sang Guru.
Tetapi apa yang dikatakan oleh Sang Guru? “Maaf, saudara - saudara tak mengerti. Sebab  ia bukan pelayanku, tapi ia adalah guruku. Dengan sifatnya itu ia telah mengajariku untuk lebih bersabar dan berempati padanya. Karena itu aku selalu memintanya menemaniku.”

Belajar Menerima Apa Adanya
Kita mungkin tetap masih jijik dengan kotoran. Namun sebenarnya tidak sadar kita juga menyukainya. Paham, kan maksud saya ha ha ha…dan semoga akan selamanya tetap suka.
Begitu juga terhadap orang - orang yang kita anggap jahat atau memusuhi kita. Bila kita tak bisa mengasihi, minimal kita tidak berusaha membencinya.

Hal ini dikatakan kita mengerti atas kesalahan dan perilaku buruk orang lain. Mengerti bukan berarti menyetujui. Tetapi kita berusaha menerima apa adanya seseorang. Tentu dengan harapan ada perubahan kelak.

Bisa belajar menerima apa adanya seseorang paling tidak akan membuat kita jauh dari beban dan penuh penilaian yang menghakimi.

Setiap orang tentu ingin menjadi baik. Namun apa daya lehidupan belum mampu mengubah. Tentu dalam hal ini banyak masalahnya yang tidak bisa kita pahami dengan sederhana.

katedrarajawen@refleksihatimenerangidiri

Unknown

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar