Tidak salah orang bijak mengatakan bahwa jangan membenci orang
yang menjahati atau membenci kita, sebab mereka akan memupuk benih -
benih kebaikan kita.
Apakah kita jijik dengan kotoran -
kotoran yang bertebaran? Tapi…Apakah kita pernah membayangkan bahwa
sayur - mayur yang subur dan segar yang kita beli itu dipupuk dengan
kotoran? Ya, kotoran sangat berguna sekali untuk menyuburkan sayur -
sayuran yang kemudian menjadi santapan bergizi di meja makan kita. Tanpa
perlu pakai pupuk bahan kimia.
Ketika saya dulu bekerja di
peternakan ayam, semua kotorannya ditampung. Karena selalu saja ada yang
membeli khusus untuk dibawa ke Bogor atau Bandung untuk memupuk
sayuran, agar bisa tumbuh subur Kotoran itu menjadi berharga sekali bagi
petani sayur, sehingga selalu dicari. Bos pun senang karena kotoran
saja bisa menghasilkan uang.
Yang Kotor yang Membersihkan
Bila kita ibaratkan kotoran itu
adalah orang - orang yang menjijikan kita karena perilakunya atau yang
suka berbuat jahat pada kita, maka mereka seperti pupuk yang akan
menyuburkan taman hati kita dan membuat jiwa kita bertumbuh dengan
baik.
Mengapa? Sebab mereka akan melatih
kesabaran kita. Melatih kita untuk memaklumi dan mau berdamai. Membuat
kita belajar untuk mengasihi orang yang tidak kita sukai.
Menghadapi orang - orang yang suka
memusuhi kita akan menjadikan bisa untuk mengendalikan diri. Bila kita
sanggup bertahan, maka hati kita akan semakin dibersihkan dari amarah
dan kebencian.
Biasanya kita memahami yang kotor itu yang akan dibersihkan, tetapi yang kotor pun sangat berguna sekali untuk membersihkan.
Guru Terbaik
Tidak salah orang bijak mengatakan
bahwa jangan membenci orang yang menjahati atau membenci kita, sebab
mereka akan memupuk benih - benih kebaikan kita.
Mereka yang suka tidak sepaham dan
menjahati sesungguhnya adalah guru yang terbaik bagi kita untu semakin
mendewasakan kerohanian.
Seorang Guru Besar Spiritual dari
India membawa serta seorang laki - laki sebagai pelayannya ke Tibet.
Melihat perilaku pelayan ini yang rewel, tidak bertanggung jawab dan
tidak bisa masak. Orang - orang Tibet berniat membantu Sang Guru untuk
memulangkan pelayannya itu. Alih - alih membantu, pelayan ini malah
menimbulkan banyak masalah bagi Sang Guru.
Tetapi apa yang dikatakan oleh Sang
Guru? “Maaf, saudara - saudara tak mengerti. Sebab ia bukan pelayanku,
tapi ia adalah guruku. Dengan sifatnya itu ia telah mengajariku untuk
lebih bersabar dan berempati padanya. Karena itu aku selalu memintanya
menemaniku.”
Belajar Menerima Apa Adanya
Kita mungkin tetap masih jijik
dengan kotoran. Namun sebenarnya tidak sadar kita juga menyukainya.
Paham, kan maksud saya ha ha ha…dan semoga akan selamanya tetap suka.
Begitu juga terhadap orang - orang
yang kita anggap jahat atau memusuhi kita. Bila kita tak bisa mengasihi,
minimal kita tidak berusaha membencinya.
Hal ini dikatakan kita mengerti atas
kesalahan dan perilaku buruk orang lain. Mengerti bukan berarti
menyetujui. Tetapi kita berusaha menerima apa adanya seseorang. Tentu
dengan harapan ada perubahan kelak.
Bisa belajar menerima apa adanya seseorang paling tidak akan membuat kita jauh dari beban dan penuh penilaian yang menghakimi.
Setiap orang tentu ingin menjadi
baik. Namun apa daya lehidupan belum mampu mengubah. Tentu dalam hal ini
banyak masalahnya yang tidak bisa kita pahami dengan sederhana.

0 komentar:
Posting Komentar